Rasa menyesal tidak bisa melihat (dan memotret) perayaan
Imlek di bulan Mei 2012 yang lalu, hilang sudah. Terima kasih bertubi-tubi
untuk Ci Winda yang telah menawarkan untuk meliput acara Kirab Gotong Toapekong
di Vihara Toasebio.
Acara ini sebetulnya adalah perayaan ulang tahun bagi dewa
di vihara Toasebio, yaitu Dewa Langit Cheng Guan Chen Ko yang ke 258.
Anjing Langit - Toapekong Toasebio |
Yang lagi ultah : Cheng Guan Cheng Kun - Toapekong Toasebio |
Untuk
merayakannya, diadakan Kirab Gotong Toapekong yang diikuti juga oleh 30
joli (tandu) dari vihara lainnya di Jakarta, barongsai dari sukabumi, tanjidor dari cijantung dan juga
ondel-ondel.
Tradisi gotong toapekong atau mengarak
dewa dan dewi ini bertujuan untuk berterima kasih kepada para dewa dan dewi yang selalu
memberikan keberkahan dan kemakmuran.
Awalnya, saya hanya sekedar ingin menambah pelajaran
memotret dengan mencari obyek baru yang seru. Selama ini saya dan kenny
(panggilan mesra si dlsr) belum pernah merekam gambar acara budaya. Saya pikir, acara ini pasti
akan menyenangkan untuk difoto.
Tanggal 15 Juli 2012, dengan seorang teman yang baik hati dan bersedia diajak berpanas-panasan, saya berangkat menuju lokasi. Tidak sulit
mencari Vihara Toasebio yang terletak di Jalan Kemenangan III no. 48, Jakarta
Barat. Terlebih Ci Winda sudah menjelaskannya dengan detil. Kami dengan mudah
mencapai tempat yang dituju tepat pukul 12.30.
Sebetulnya acara kirab tersebut baru akan dilaksanakan pukul
15.00. Namun, si cici sudah mewanti-wanti harus datang 12.00 – 13.00 supaya
tidak penuh dan dapat posisi cihuy.
Kembali lagi saya bersyukur dan berterima kasih kepada si
cici. Karena betul saja, saat saya datang, meskipun sudah ramai, namun saya
masih dapat leluasa berkeliling melihat-lihat joli (tandu) dengan leluasa.
Memotret pun bisa dilakukan dengan suka-suka tanpa rebutan dengan fotografer
lain yang lensanya jauh lebih canggih dari milik saya, si tamara sang sapu
jagat, sahabat kenny.
Saat saya berkeliling, saya baru menyadari bahwa pembauran
sangat terasa sekali. Meskipun acara ini adalah untuk perayaan yang beragama
Buddha, di mana lebih banyak keturunan Cina, namun terlihat dengan jelas, banyak
sekali orang-orang yang bukan keturunan ikut berpartisipasi. Selain menyumbang
acara kirab, mereka pun bersama-sama menjadi bagian dari panitia untuk menjaga
keamanan dan ketertiban acara.
Tepat pukul 14.30 acara pun dibuka dengan kata sambutan
dari ketua yayasan klenteng, wakil DPR, wakil ormas dll. Saya, lagi-lagi
beruntung bisa dapet posisi di depan. Walopun kadang-kadang harus pura-pura
jadi patung, supaya tidak terdorong oleh warga lain yang naksir berat sama posisi
saya.
Setelah acara sambutan selesai, acara arak-arakan pun
dimulai. Sebelumnya, kita semua beramai-ramai menyanyikan lagu Indonesia Raya,
yang membuat beberapa orang-orang tua menitikkan air mata. Dan saya pun
merinding dalam khidmat.
Jam 15.00 Kirab Gotong Toapekong dimulai. Ci Winda yang
kebagian membawa bendera merah putih dan burung garuda, terlihat paling depan.
Puas deh difotoin terus ya ci. Ahahak.
Dilanjutkan dengan joli-joli lain, arak-arakan ditutup
dengan ondel-ondel dan rombongan pemain rebana yang berangkat meninggalkan
vihara pada pukul 16.30
Puas dapet posisi cihuy yang mendukung saya untuk memotret,
kami memutuskan untuk pulang dan tidak mengikuti kirab yang berjalan dengan
rute jalan Toko Tiga -Pintu Kecil-Kali Besar barat-Kali Besar
Timur-Jl. Kemukus – Jl. Lada – Jl.Pintu Besar – Jl.Hayam Wuruk – Jl.Gajah Mada
dan kembali lagi.
Haus, pegal dan kepanasan baru terasa. Namun saya sangat
senang. Gembira menyaksikan acara yang baru sekali seumur hidup saya saksikan.
Terlebih gembira dan terharu menyaksikan pembauran antar agama dan etnis yang
begitu memukau. Siapa bilang kita saling membenci karena perbedaan? Kita
menyatu dengan indah karena perbedaan ini membuat kita sempurna. Ya kan?
Sekali lagi, terima kasih ya Ci Winda dan temanku yang baik
hati, yang menolak disebut namanya di sini karena sangat pemalu. Ahahak.