Selasa, 12 Juli 2011

Jogja* 5 - 6 Juli 2011 (part 1)

Yes, finally! Jogjaaaaa here we comeeee....

Selasa, 5 Juli 2011 Day 1 - Terdampar di Bandara, Berlabuh di Pantai
Berangkat jam 6 pagi (lagi) untuk mengejar pesawat jam 10 pagi. Saya rasa, ngga usah dikejar pun, kita udah pasti nyampe duluan. Mungkin pesawatnya juga masih dimandiin dulu.

Tiba di Bandara Soekarno - Hatta, Cengkareng, pukul 7 pagi. Sambil menunggu waktu check in yang masih  lamaaaaaaaaaaa banget, kami sarapan dan minum kopi yang harganya sangat tidak masuk akal.
Pukul 9, kami sudah antri di loket untuk melakukan check in. Begitu tiba giliran kami, petugas yang memeriksa tiket, tiba-tiba air mukanya berubah. Uh oh. Kaga resep nih romannye.
Yak, ternyata, perusahaan yang punya pesawat bernama (kalau di-bahasaendonesya-kan) Berbohong di Udara ini dengan suka-suka memindahkan kami ke jadwal terbang berikutnya, yaitu jam 12.35 Heibaaaattt.....
Alasannya, pesawat yang sudah kami booking, diganti menjadi yang lebih kecil, sehingga kapasitas tempat duduk menjadi berkurang, maka sebagian penumpang harus dipindahkan ke pesawat berikutnya. Karuan saja semua penumpang yang bernasib sama seperti kami langsung menjerit. Tapi, mau marah kayak apa pun, tetap saja kita ngga bisa maksa kembali ke jadwal semula.

Dengan kesal, kami kembali ke luar dari lokasi check in. Gila, harus nunggu 3 jam lagi. Mau ngapain sekarang? Yah paling gampang sih, makan lagi deh. huehehehe... Lalu, kami menuju ke waving gallery. Biar nona gundul ini ngga mati kebosanan. Dan lihat deh, ini kegiatan yang dilakukan untuk membunuh waktu :




Setelah membuang-buang waktu dan menghambur-hamburkan uang di minimarket, maka kami kembali masuk ke tempat menungu pesawat. Ternyata, kami boarding pukul 12.40 dan pesawat take off  pukul 13.40. Selamat datang di dunia maskapai Berbohong di Udara. Yey!

Selama 50 menit di udara, pada pukul 14.30 kami landing  di Bandara Adi Sucipto. Bersiap-siap menyongsong hari-hari menyenangkan di Jogja. Senangnyaaaa...

Sore hari sekitar pukul 17.00, setelah menyelesaikan urusan ini itu, dengan menggunakan mobil sewaan dari bandara yang cukup mahal (300 ribu / 6 jam termasuk bensin dan supir), kami menuju Pantai Depok. Saya, seperti biasa, nurut aja deh. Selama belum pernah, keingintahuan saya selalu mengalahkan ketakutan akan kecewa pada yang diharapkan. Dengan membayar 10 ribu/mobil, sampailah kami di Pantai Depok.

Ok, this beach is very, very beautiful. I really love it.

 Run, Reia, Run

 Unforgetable Beach

Take off our sandals to feel the sands

You will always be my Right
Setelah puas main di pantai, naik ATV (20 ribu/30 menit), yang kata teman saya ternyata itu ATV kecil, kami membersihkan diri di kamar mandi di area pantai yang cukup sederhana, kalau tidak mau dibilang jorok. Lalu sebelum pulang ke hotel, kami makan di Restoran Gudeg Sagan, di dekat Galeria Mall.  Diiringi band akustikan yang membawakan lagu 'Yogyakarta' dari KLa Project, saya menyantap dengan lahap, sepiring nasi panas, gudeg yang ngga terlalu manis, ditambah sebuah tahu yang disiram dengan kuah santan gurih, lalu santapan itu ditutup dengan segelas besar es teh pahit. Setelah mengetahui harga porsi makanan saya hanya diganjar 5.500 (boooo... ini resto, bukan warung loh) saya langsung memutuskan bahwa ini adalah gudeg ter-Cihuy yang pernah saya makan.
Tiba di kamar Hotel Amaris yang terletak di Jl. Diponegoro, saya cukup terkejut juga. Konsepnya memang minimalis, sampai lemari pakaian pun ngga tersedia. Begitu juga perlengkapan mandi yang tidak lengkap, seperti tidak adanya shower cap. Saya pun harus berjalan ke front office untuk memintanya, karena room boy tidak menjawab telepon saya. Satu lagi yang aneh, tidak tersedianya buku favorit saya kalau menginap di hotel : keterangan fasilitas dan menu makanan. Mungkin, mereka males masak buat tamu yang kadang-kadang suka order pada waktu yang ajaib, seperti saya. Yah sudahlah, toh cuma buat tidur malem aja. Setelah mandi berdua dengan Nona Reia, dalam hitungan menit, kami sudah sibuk dengan mimpi masing-masing.

Good night, Jogja.

Rabu, 6 Juli 2011- Day 2 Tour de Candi
Entah kenapa, walaupun capek banget, saya bisa terbangun pukul 6 pagi. Mungkin karena sudah 2 hari  berturut-turut dipaksa beraktfitas pada pukul tersebut, alarm (iya, beker deh) tubuh saya dengan sendirinya berbunyi. Ngga mau rugi, Reia pun saya gangguin sampai dia membuka mata, minum susu, cuci muka dan sikat gigi. Hasilnya, jam 7 pagi, kami udah duduk manis sarapan di ruang makan hotel. Lucunya, Reia yang tidak terbiasa makan berat di pagi hari, bisa menghabiskan semangkuk bubur ayam + selembar roti panggang dengan selai stoberi. *prok prok prok*

Jam 9 pagi, setelah mandi (ya ya ya, saya harus mandi demi memberikan contoh kepada Reia) dan beres-beres, kami sudah berada di mobil Xenia sewaan dari Jogja Star yang jauh lebih murah. Yaitu 325 ribu / 12 jam (termasuk bensin dan supir). Hari ini, sesuai dengan temanya, kami akan mengunjungi Candi-candi. Yeay! Dream come true.

Menghabiskan waktu perjalanan kurang lebih 30 menit, kami tiba di Candi Cantik. Prambanan, maksudnya. tapi saya tidak tahan untuk menamainya begitu. Karena benar-benar cantik. Untuk tiket masuk, kami membayar 20 ribu/org dewasa dan 10/anak. Sebagai Candi Hindu terbesar se-Asia, kemegahan dan keanggunan candi yang menyimpan legenda Lara Djonggrang ini memang membuat saya sungguh terpana. Tidak habis-habisnya saya mengagumi detail relief, kekokohan bangunan, dan keterampilan si pembuat candi ini.

Here's some pics for you :












see, I told you it is verrrrryyyyy beautiful...
Reia sebenernya kecewa karena ngga bisa masuk ke candi utama yang ada Lara Djonggrang-nya. 

 So I had to cheer her up.


Dengan mengijinkannya untuk :

 Membeli patung candi

 dan naik kuda. Dua kali. Seperti biasa. *sigh*

Setelah puas naik kuda, bukan melihat candi :'( lalu kami pulang dan menuju tempat makan siang yang sudah lama menjadi impian. "JeJamuran" yeeeeey!

Waktu tempuh yang sekitar 40 menit dari Candi Prambanan menuju daerah Sleman, tempat di mana Restoran Jejamuran berada, terasa lamaaaaa sekali. Sebab saya benar-benar sudah tidak sabar ingin menatap daftar menu yang konon bahan dasar makanannya terbuat dari jamur semua (yaeyala) dan juga kelaparan.

Sesampainya di sana, sekitar hampir jam setengah dua siang, restoran itu sangat ramai dan hampir saja kami tidak kebagian tempat duduk. 
Akhirnya kami menempati salah satu meja agak di depan, di sebelah band akustik yang sedang memainkan lagu-lagu Indonesia tahun 90-an. Lalu dengan kalap, kami memesan sate jamur, rendang jamur, penyet jamur, dan jamur tumis cabe hijau. Sebenarnya saya masih ingin menambah Tom Yum Jamur. Tapi, malu. :') Sambil menunggu pesanan datang, saya melihat-lihat jenis-jenis jamur dan baglog yang sudah siap tumbuh yang dijual. Setelah teramat kenyang karena meludeskan semua makanan, dan (lagi) ditemani iringan lagu "Yogyakarta" dari KLa Project, saya masih sempat membeli keripik jamur kuping untuk cemilan di mobil. Sayangnya, saya tidak sempat merekam gambar, sebab kamera tertinggal di mobil dan saya memilih untuk menikmati hidangan dari pada harus mengambilnya. Hehehe.

Kami meneruskan perjalanan menuju Candi Borobudur sambil rebutan  makan kripik jamur dengan Reia. Kami melintasi daerah yang terkena lahar dingin Gunung Merapi beberapa waktu yang lalu. Pak supir sewaan kami bercerita panjang lebar mengenai kejadian tersebut. Ternyata beliau ikut menjadi relawan di sana. Sempat juga bercerita mengenai Mbah Maridjan yang sederhana dan ramah bila ditegur. Cerita yang dituturkan pak supir sungguh menghanyutkan dan membuat saya ingin mengunjungi lokasi. Sayangnya, kami tidak mempunyai cukup waktu untuk ke sana. Sehingga, harus cukup puas dengan mendengarkan ceritanya saja. Next time, darling Merapi. I will be back.

Tiba di lokasi Candi Borobudur, saya agak sedikit blank. Saya sudah pernah mengunjungi candi ini tapi entah mengapa, saya seperti sama sekali tidak mengenali semuanya. Setelah saya ingat-ingat, ya ampuuuun... it was 20 years ago. Now, everything is totally different. Beyond my imagination. Dulu saya masih kelas 2 SMA. Siapa yang sangka, ke sana lagi sudah bersama anak saya yang berumur hampir 7 tahun.

Sama seperti di lokasi Candi Prambanan, kami kembali membayar tiket masuk 20 ribu/orang dewasa dan 10 ribu/ anak. Karena ngga mau capek dan Reia ngotot pingin naik kereta yang ada, maka jadilah kami, dengan membayar 5 ribu/orang (plus dapat 1 botol air mineral), menaiki kereta mini tersebut untuk berkeliling candi dan mengantarkan hingga ke depan candi.
-Tahukah anda, bahwa di sana selain terdapat penyewaan sepeda dan kuda (lagi), ada pula penyewaan gajah untuk dikendarai? Ya ngga apa-apa sih. Cuma saya ngga tega lihat gajah ditempatkan di kandang yang sempit. Gajah juga bukan untuk dijadikan tunggangan seperti itu, kan?-

Begitu sampai di depan pintu gerbang candi, kami diharuskan mengenakan kain batik yang disewakan dengan cuma-cuma. Dengan tujuan menghormati Candi Borobudur. Saya ngga mengerti hubungannya, namun seperti biasa, saya malas untuk bertanya lebih lanjut.Karena, keren juga sih pakai kain begitu.Tapi, tetep aja lebih keren candinya. 















Helo, Candi Buddha terbesar di dunia. Kita bertemu lagi

Capek juga naik langsung hingga ke tingkat ke-7. Napas saya langsung pendek-pendek. Nona Reia? Dia baik-baik saja. Malahan dia yang memimpin kami di depan. -__- Lagi-lagi Reia kecewa, karena tingkat 8 - 10 ditutup sedang dibersihkan akibat debu dari Gunung Merapi. Itu artinya, dia tidak dapat merogoh salah satu candi yang di dalamnya terdapat patung Buddha, untuk kemudian mengucapkan permohonan. Saya berusaha menghiburnya, "Ya udah, nanti berdoa aja ke Tuhan" Dia tambah ngambek dan menjawab, "Kalo itu, Reia juga tau" Saya jadi ikutan sebel, karena dia ngambek melulu.

Begitu turun dari candi, Reia langsung menagih janji saya untuk naik sepeda. Jadilah kami berkeliling candi menggunakan sepeda yang kami sewa cukup murah, yaitu 10 ribu/jam. Reia sempet jatuh dari boncengan sepeda, tapi dia sepertinya tidak merasa apa-apa. Rasa sakitnya sudah dikalahkan oleh kesenangannya naik sepeda sewaan.

Jam 5 sore, tepat pada waktu ditutupnya kunjungan ke candi, kami pulang. Sebelum kembali ke hotel, kami yang cukup kelaparan karena lelah menaiki candi dan bersepeda hampir 1 jam, mencari makan malam. Dan diputuskan untuk mencoba makan gudeg lagi di Gudeg Ahmad (saya lupa nama daerahnya). Ngga seenak yang sebelumnya. Tapi yah bolehlah. Seperti biasa, saya memesan menu yang sama, nasi gudeg dan tahu serta es teh tawar untuk membasahi kerongkongan. Kali ini pesanan saya diberi harga 8.000 saja. Reia tidak ikut makan, karena kurang suka dengan gudeg. Lalu kami menuju Ambarukmo Plaza, menemani Reia makan KFC *sigh* sementara saya menemukan jajanan kopi saya : Double Tall Soy Latte for kids (yang butuh penjelasan, for kids adalah istilah untuk minuman yang dibuat tidak terlalu panas, supaya bisa langsung diminum) Uhuy! 

Sesampai di kamar hotel, sebelum mandi, saya dan Reia bercengkrama sebentar. Saya tiba-tiba gemes banget sama si cerewet yang gigi depannya baru numbuh seperempat. Jadi saya puas-puasin mengacak-acak dirinya selama 1 jam, lalu kami mandi. Sama seperti malam kemarin, kami hanya bertahan kurang dari lima menit untuk terjaga setelah masuk ke dalam selimut.

Selamat tidur, Jogjaku

*) Sengaja saya menuliskan sesuai dengan pengucapan pada umumnya.
All pics was taken (except the first 3 pics on the beach) by me. Ha!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar